Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971
pada Bab I, pasal 1 dikatakan
bahwa “arsip’ ialah:
- naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan;
- naskah-naskah yang dibuat da diterima Oleh Badan-badan Swasta dan/ atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.
Selanjutnya dalam pasal 2 diterangkan tujuan kearsipan ialah untuk
menjamin keselamatan bahan pertanggung-jawaban nasional tentang perencanaan,
pelaksanaan da penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan
bahan pertanggung-jawaban tersebut kepada Pemerintah.
Arsip yang merupakan data terekam dalam segala bentuknya kian hari
makin dirasakan peran dan manfaatnya di dalam menunjang aktivitas suatu
lembaga.
Menurut Milton Reitzfeld ( “Records Management” dalam buku Victor
Lazzaro, (ed.), Systems and Procedures: A Handbook for Business and Industry,
1959, p. 243.) mentapkan adanya 7 (tujuh) nilai dari suatu arsip terutama untuk
keperluan menentukan jangka waktu penyimpanan, yaitu :
1. values for administrative use
(nilai-nilai kegunaan administrasi)
2. values for legal use (nilai-nilai
kegunaan hukum)
3. values for fiscal use (nilai-nilai untuk
kegunaan keuangan)
4. values for policy use (nilai-nilai untuk
pembuatan kebijaksanaan)
5. values for operating use (nilai-nilai
untuk pelaksanaan kegiatan)
6. values for historical use (nilai-nilai
untuk kegunan sejarah)
7. values for research (nilai untuk
penelitian)
Kegunaan arsip dipandang dari
segi nilai hukum merupakan topik yang
semakin hari semakin menyita perhatian kita semua. Dari kasus-kasus bocornya
informasi negara yang bisa menciptakan gejolak di masyarakat, hak dan akses
untuk mendapatkan informasi, perlindungan hak cipta yang membuat ketegangan
hubungan Amerika-Cina misalnya, sampai perlindungan data organisasi dan
pribadi. Sifat pro dan kontra mengenai bagaimana memperlakukan suatu data
terekam merupakan masalah yang tidak akan pernah terselesaikan. Kepentingan
antara pengguna dan kepentingan pemilik dan penyimpan data sering berada pada
dua kutub yang berbeda. Sulit dicari titik temunya.
NILAI INFORMASI
Banyak definisi yang dikemukakan
mengenai apa yang dimaksud dengan informasi. Definisi yang sederhana mengenai
informasi adalah bahwa informasi adalah pengetahuan. Sebagian orang mengatakan
bahwa informasi adalah data yang disusun sedemikian rupa untuk maksud atau
tujuan tertentu. Dalam era informasi ini yang salah satunya ditandai dengan
munculnya apa yang disebut sebagai masyarakat informasi dikatakan bahwa
informasi adalah komoditi yang bisa diperjual-belikan. Apapun definisi yang
ingin dipertahankan, suatu hal yang pasti adalah bahwa informasi mempunyai
nilai bagi orang yang menciptkan atau memiliki informasi itu sendiri. Nilai
suatu informasi bisa naik atau turun seiring berjalannya waktu.
Sehubungan dengan nilai
informasi maka pengelompokan berdasarkan penilaian tertentu terhadap informasi
tidak dapat dihindarkan. Ada informasi yang digolongan sebagai rahasia atau
sangat rahasia. Lama atau waktu kerahasiaanya pun bervariasi.
Ada informasi rahasia yang
sifatnya sementara (singkat waktunya)
seperti soal-soal ujian masuk UMPTN. Sebelum hari Hnya informasi ini
dijaga benar kerahasiannya. Hanya orang tertentu dan dipercaya yang
deperkenankan melihat atau memeriksanya. Beberapa menit setelah tanda ujian
selesai maka kerahasiannya pun sirna.
Suatu informasi rahasia yang
sifatnya abadi akan diperlakukan sedemikian rupa untuk menjaga keamanannya.
Alasan kerahasian ini bisa karena alasan keamanan nasional atau ekonomi.
Arsip-arsip mengenai operasi CIA di luar negeri jika terbuka akan bisa
mencoreng wajah Amerika di mata dunia. Sementara itu rahasia resep masakan
Kentucky Fried Chiken atau komposisi bahan minuman ringan Coca-Cola jika
diketahui pesaing dapat mengakibatkan kedua perusahaan tersebut kehilangan
kesempatan memperluas pasarnya.
Namun demikian adanya juga
informasi yang dikategorikan tidak rahasia atau dapat dilihat, dibaca atau
diperbanyak oleh siapapun juga. Arsip-arsip seperti ini biasanya nilainya
sebagai bahan sejarah atau penelitian.
Menjaga arsip-arsip agar
tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berhak bukanlah pekerjaan muda.
Kepercayaan terhadap mereka yang diberi tanggung jawab untuk menjaganya serta
bagaimana sistem pengamanannya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Kelalaian petugas atau tempat penyimpanan yang kurang terlindungi dapat
menimbulkan kerugian yang fatal bagi organisasi atau perusahaan yang
bersangkutan.
AKSES KE ARSIP
Akses dimaksudkan sebagai
aspek dan syarat ketersediaan arsip atau informasi
oleh lembaga arsip untuk
dilihat atau dipakai oleh pengguna atau peneliti. Mengatur akses melibatkan
pembuatan prosedur yang memperhatikan segi hukum dan permintaan pihak yang
memberi arsip tersebut. Disamping itu data yang ada dalam arsip tersebut dijaga
dari pencurian, kerusakan atau perubahan-perubahan yang disengaja.
Ada arsip-arsip yang sesudah
30 tahun dari masa penciptaanya seperti arsip Commonwealth misalnya boleh
dipergunakan oleh masyarakat. Akan tetapi ada dokumen-dokumen yang masih tetap
terturup akses bagi masyarakat umum setelah 30 tahun dari masa penciptaannya.
Jadi jelas tidak ada suatu aturan yang baku berapa lama sebuah arsip dapat
diperlihatkan kepada masyarakat. Kebijaksanaan-kebijaksanaan lamanya
penyimpanan atau kerahasian sering sifatnya sepihak tergantung kepada
departemen atau lembaga yang bersangkutan.
Bagi arsip perusahaan
penentuan kebijaksanan akses ke penyimpanan arsip ditentukan oleh kebijaksanaan
internal organisasi dan aturan mengenai akses terhadap arsip yang
mengandung informasi perdagangan yang bersifat
rahasia. Kebanyakan organisasi juga
mempunyai pedoman untuk melepaskan informasi pribadi tentang staf mereka
sendiri.
Disini terlihat jelas bahwa pembuatan kebijaksanaan mengenai akses
terhadap arsip merupakan tugas yang cukup sulit dilaksanakan. Beberapa
pertimbangan yang harus diperhatikan di dalam pembuatan kebijaksanaan akses
terhadap arsip adalah :
- Memperhatikan undang- undang atau aturan yang dibuat oleh lembaga yang lebih tingginya darinya yang telah berlaku mengenai akses terhadap arsip.Akses terhadap arsip-arsip yang disimpan oleh pemerintah misalnya banyak dipengaruhi oleh kebebasan mendapatkan informasi yang dimiliki oleh semua warganegara.
- Memperhatikan sensitivitas dan kerahasian arsip. Organisasi atau individu menciptakan arsip yang berisi informasi mengenai kegiatan bisnis atau pribadi. Jika informasi ini diketahui oleh pihak lain, ia dapat menyebabkan kerugian keuangan yang besar atau menimbulkan rasa malu bagi pribadi yang bersangkutan. Arsip-arsip mempunyai informasi seperti ini misalnya perjanjian yang dibuat oleh perusahaan atau pribadi dengan badan lainnya, informasi yang diberikan secara rahasia, arsip pribadi dan kesehatan staf atau anggota keluarga, dan informasi yang berhubungan dengan penyelewangan atau prosedur dan sistem keamanan. Kebocoran pada arsip-arsip ini dapat menghambat operasi bisnis pihak yang bersangkutan. Karena itu pengawasan dan pembatasan akses terhadap arsip jenis ini harus dilakukan.
- Perlindungan terhadap privasi individu. Rincian data pribadi tentang seseorang yang masih hidup tidak boleh diberikan kepada orang lain kecuali telah mendapat izin dari orang yang bersangkutan. Sebagai contoh informasi mengenai rekening bank dan tingkat kredit nasabah harus dijaga kerahasiannya oleh bank yang bersangkutan.
- Batasan-batasan yang dibuat oleh depositor arsip. Jika seorang arsiparis menerima arsip dari depositor maka aturan mengenai aksesnya harus juga diketahuinya. Sering kita temui bahwa untuk mendapatkan sebuah arsip pihak yang menentukan untuk memberikan izin bukanlah arsipris itu sendiri tetapi depositornya.
- Pemakai. Kebijaksanaan mengenai akses harus mampu mendefinisikan kelompok pemakai yang akan dilayani. Bagi arsip perusahaan, misalnya kelompok pemakianya adalah hanya karyawan, atau orang yang sedang berhubungan bisnis dengannya.
- Akses yang sama terhadap arsip. Ini merupakan prinsip yang penting untuk menjamin bahwa lembaga arsip memberikan jasa rujukan tanpa ada rasa memihak atau prasangka terhadap pemakai yang telah ditetapkannya. Ia juga tidak akan memberikan hak istimewa atau eksklusif mengenai penggunaan bahan arsip kecuali memang diatur oleh undang-undang, depositor atau syarat pembelian.
- Tingkat akses. Arsiparis juga perlu menentukan tingkat akses yang diperbolehkan bagi pemakai. Tingkat akses biasanya mulai dari ijin untuk memasuki ke ruang baca atau penyelusuran sampai mendapatkan izin untuk merepruduksi atau menerbitkan dokumen tertentu
- Kondisi fisik arsip. Jika arsip dalam kondisi buruk atau rusak, maka arsiparis harus mempertimbangkan pembatasan akses sampai arsip tersebut diperbaiki oleh bagian pelestarian. Cara lain adalah dengan memberikan fotokopi atau mikrofilm dari arsip yang bersangkutan.Cara ini dipandang baik terutama untuk arsip yang sering dipakai.
- Keamanan arsip. Bahan arsip adalaj unik dan banyak arsip mempunyai nilai untuk pembuktian hukum atau pertanggungjawaban keuangan. Karena itu pemberian akses harus memperhatikan terhadap kehilangan, kerusakan, salah pemberkasan, atau perubahan. Pemakai tidak diperbolehkan memasuki tempat penyimpanan arsip. Pengambilan dan penyimpanan arsip hanya boleh dilakukan satu atau dua orang staf yang telah diberi wewenang.
- Biaya pembayaran. Dokumen kebijaksanaan akses juga memuat aturan mengenai bayaran yang dibebankan kepada seorang pemakai jika ia menggunakan arsip yang menyangkut fasilitas, pelayanan dan pemberian salinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar